Pajak
Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah,
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu
untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pemungutan
pajak berdasarkan ketentuan ini, dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta
masyrakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk
tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu.
Dalam
hubungan ini, Menteri Keuangan menetapkan besarnya pungutan yang dapat bersifat
final. Pelaksanaan ketentuan ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan
mempertimbangkan antara lain:
- Penunjukkan pemungut pajak secara selektif, demi pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif dan efisien,
- Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang;
- Prosedur pemungutan, penyetoran, dan pelaporan yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan.
I. PEMUNGUT
DAN OBYEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
PMK-210/PMK.03/2008 tgl 11 Desember 2008 tentang
PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG
PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN
SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.
Berdasarkan
PMK-210 ini maka pemungut PPh pasal 22 menjadi sebagai berikut :
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
- Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
- Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
- Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
- Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
II. DASAR
DAN TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1. DASAR
PEMUNGUTAN
Dasar
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 terdiri atas:
- Nilai Impor: Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yang terdiri dari cost insurance and freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainya yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. 08/PMK.03/2008
- Harga jual lelang
- Harga Pembelian
- Harga Penjualan
2. TARIF
PEMUNGUTAN
Berdasarkan
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP
- 417/PJ./2001 TENTANG
PETUNJUK PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN,
SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA; maka tarif PPh pasal 22 adalah
sebagai berikut
OBYEK
PAJAK
|
DASAR
PENGENAAN
|
TARIF(%)
|
|
|
|
Pembelian
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat
pusat maupun daerah
|
Harga pembelian
|
1,5
|
Pembelian
oleh Badan Usaha milik Negara dan Daerah, yang melakukan barang dengan dana
yang bersumber dari APBN/D
|
Harga Pembelian
|
1,5
|
pembelian
barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset
(PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia
(Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN
|
Harga Pembelian
|
1,5
|
penjualan
semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen KEP-401/PJ./2001
|
Dasar Pengenaan Pajak PPN
|
0,25
|
Atas
penjualan kertas oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
kertas KEP-69/PJ./1995
|
Dasar Pengenaan Pajak PPN
|
0,1
|
Atas
penjualan baja oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
baja KEP-01/PJ./1996
|
Dasar Pengenaan Pajak PPN
|
0,3
|
Atas
penjualan otomotif oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
otomotif KEP-32/PJ./1995
|
Dasar Pengenaan Pajak PPN
|
0,45
|
pembelian
bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor mereka SE-01/PJ.43/2003
|
Harga pembelian tidak termasuk PPN
|
0,5
|
Penjualan
barang yang tergolong sangat mewah berdasarkan 253/PMK.03/2008
|
Harga jual tidak termasuk PPN
|
5
|
Yang
termasuk dalam kategori barang yang tergolong sangat mewah:
- pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
- kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
- rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi);
- apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratur meter persegi)
- kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Besarnya
Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh
Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar
minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
Jenis Produk
|
SPBU Swastanisasi
|
SPBU Pertamina
|
Premium
|
0,3% dari
penjualan
|
0.25% dari
penjualan
|
Solar
|
0,3% dari
penjualan
|
0.25% dari
penjualan
|
Premix/Super
TT
|
0,3% dari
penjualan
|
0.25% dari
penjualan
|
Minyak
Tanah
|
|
0,3% dari
penjualan
|
Gas LPG
|
|
0,3% dari
penjualan
|
Pelumas
|
|
0,3% dari
penjualan
|
III. SAAT
TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Obyek
Pajak
|
Saat
Terutang
|
Batas
akhir pembayaran
|
Batas
Akhir Pelaporan
|
PPh pasal
22 atas impor
|
Pada saat
pembayaran bea masuk
|
Pada saat
pembayaran bea masuk
|
|
PPh pasal
22 atas impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
|
Terutang
saat pembayaran bea masuk; jika memperoleh fasilitas penundaan atau
dibebaskan bea masuk, maka pajak terutang pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai.
|
1 hari setelah
pemungutan pajak
|
7 hari
setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir
|
PPh pasal
22 atas pembelian barang dengan dana dari APBN/APBD
|
Terutang
pada saat pembayaran
|
Pada hari
yang sama saat pembayaran atau penyerahan barang
|
14 hari
setelah masa pajak berakhir
|
PPh pasal
22 atas pembelian barang dari badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai
pemungut
|
Terutang
pada saat pembayaran
|
Tanggal 10
bulan Takwim berikutnya
|
20 hari
setelah Masa Pajak berakhir
|
PPh 22
atas penjualan hasil produksi semen, kertas, baja, dan otomotif
|
Terutang
pada saat pembayaran
|
Tanggal 10
bulan Takwim berikutnya
|
20 hari
setelah Masa Pajak berakhir
|
PPh pasal
22 atas penjualan hasil produksi bahan bakar minyak jenis premix, super TT,
dan gas
|
Terutang
pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery order)
|
Sebelum
Surat Perintah Pengeluaran Barang ditebus
|
20 hari
setelah Masa Pajak berakhir
|
PPh pasal
22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan oleh industri dan eksportir tersebut.
|
Terutang
pada saat pembelian
|
Tanggal 10
bulan Takwim berikutnya
|
20 hari
setelah Masa Pajak berakhir
|
IV.
DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
- Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
- Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
·
barang
perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik;
·
barang untuk
keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia;
·
barang
kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
·
barang untuk
keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka
untuk umum;
·
barang untuk
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
·
barang untuk
keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
·
peti atau
kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
·
barang
pindahan;
·
barang
pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;
·
barang yang
diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
ditujukan untuk kepentingan umum;
·
persenjataan,
amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
·
barang dan
bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
·
Vaksin Polio
dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
(PIN);
·
buku-buku
pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
·
kapal laut,
kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan,
kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang
serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan
ikan nasional;
·
pesawat
udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
·
kereta api
dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
·
peralatan
yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia;
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia;
Dalam hal
impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali;
pembayaran
yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan
benda-benda pos;
emas
batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk
tujuan ekspor;
pembayaran/pencairan
dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara;
Perbendaharaan dan Kas Negara;
impor
kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor
untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pembayaran
untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.
IV. CONTOH
PERHITUNGAN
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG
CONTOH 1---PT KIA Motors mengimpor barang
dari Korea. PT KIA adalah importir mobil yang telah memiliki Angka Pengenal
Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil, dengan harga faktur $ 10.000 per unit.
Biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil tersebut
masing-masing adalah $3.000 dan $7.000. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA
Motors sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs
pada saat itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa
PPh pasal 22 yang harus dibayar?
Harga faktur
: 50 unit x
$10.000
$500.000
Biaya
asuransi
$ 3.000
Biaya
angkut
$ 7.000
--------------
CIF
$510.000
Bea masuk:
5% x
$510.000
$ 25.500
Bea masuk
tambahan:20% x
$510.000
$102.000
-------------
Nilai
Impor
$ 637.500
Nilai Impor
dalam rupiah:
$637.500 x
Rp 9.000 = Rp 5.737.500.000
PPh 22 yang
harus dipungut (memiliki API)
2,5% x Rp
5.737.500.000 = Rp 143.437.500
CONTOH 2---PT Cipta Mandiri Bangsa mengimpor
barang dari Jepang. PT Cipta Mandiri Bangsa tidak memilki Angka pengenal Impor,
adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak
20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya
angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan
pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?
Harga faktur
20 x
$500
$10.000
Biaya
asuransi 5% x
$10.000
$ 500
Biaya angkut
10% x
$10.000
$ 1.000
------------
CIF
$11.500
CIF dalam
Rupiah $11.500 x Rp 9.000 = Rp 103.500.000
Pungutan
pabean lainnya
Rp 22.500.000
---------------------
Nilai
Impor
Rp 126.000.000
PPh 22 yang
harus dipungut (tidak memiliki API):
Rp 126.000.000
x 7,5% = Rp 9.450.000
CONTOH 3---PT Traktor Bersatu, perusahaan
penyewaan alat berat yang memiliki API, mengimpor alat berat DOZER TRACTOR dari
Jerman dengan harga faktur US$100.000. Biaya asuransi sebesar US$5.000 dan
ongkos angkut sebesar US$25.000. Kurs Tengah BI (BI rate) waktu itu sebesar Rp
10.000 dan kurs pajak ditetapkan sebesar Rp 9.000 per US$1. Bea masuk dibayar
oleh PT Traktor Bersatu sebesar 30% dari CIF. Berapa PPh 22 yang harus dibayar
dan Buat jurnal atas pembelian ini.
Harga faktur
$100.000
Biaya
asuransi
$ 5.000
Biaya
angkut
$ 25.000
-------------
CIF
$130.000
CIF dalam
rupiah $130.000 x Rp 9.000 = Rp 1.170.000.000
Bea masuk
30% x Rp 1.170.000.000 = Rp
351.000.000
------------------------
Nilai
Impor
Rp 1.521.000.000
PPh 22 yang
harus dipungut (memiliki API)
Rp
1.521.000.000 x 2,5% = Rp 38.025.000
JURNAL:
DOZER
TRACTOR
Rp 1.300.000.000
Pajak
Penghasilan pasal 22
Rp 38.025.000
Kas
Rp 1.338.025.000
CONTOH 4---PT ABC mengimppor barang dari USA
dengan harga US$30.000. Asuransi yang dibayar diluar negeri sebesar 5% dari
harga dan biaya angkut sebesar 10% dari harga. Bea masuk dan bea masuk tambahan
masing-masing 10% dan 20%. (Berdasarkan kurs pajak US% = Rp 10.000). PT ABC tidak
memiliki API dan mengimpor melalui PT XYZ; importir yang memiliki API.
Berdasarkan perjanjian kedua pihak, handling fee dtetapkan sebesar 1,5%
dari harga impor. Hitung PPh 22 yang harus dipungut dan Jurnal transaksi ini.
Harga
faktur
$ 30.000
Biaya
asuransi
$ 1.500
Biaya
angkut
$ 30.000
-------------
CIF
$ 61.500
CIF dalam
rupiah $61.500 x Rp
10.000
= Rp 615.000.000
Bea masuk
10% x Rp
615.000.000
= Rp 61.500.000
Bea masuk
tambahan 20% x Rp 615.000.000 = Rp
123.000.000
------------------------
Nilai
Impor
Rp 922.500.000
Pajak
Penghasilan pasal 22= 2,5% X Rp 922.500.000 = Rp 23.062.500
Handling Fee
= 1,5% x Rp 922.500.000 = Rp 13.837.500
JURNAL
Barang X
(NI+Handling fee)
Rp 936.337.000
Pajak
Penghasilan pasal
22
Rp 23.062.500
Kas
Rp 959.400.000
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN OLEH INSTANSI PEMERINTAH, BUMN/BUMD, DAN
INSTANSI TERTENTU
CONTOH 1---Dinas Pendidikan Nasional Kota
Yogyakarta membeli mebel dan peralatan kantor lain dari PT Furniture senilai Rp
220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh 22 yang harus dipungut oleh bendaharawan
Dinas Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah sebagai berikut:
DPP PPN =
(100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000
PPh pasal 22
= Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp 3.000.000,-
CONTOH 2---PT TELKOM Jakarta Selatan pada bulan
Maret 2005 telah melakukan beberapa transaksi antara lain sebagai berikut:
- Melakukan pembelian benda-benda pos seperti perangko dan materai langsung ke PT (persero) Pos Indonesia. Jumlah keseluruhan nilai pembelian benda-benda pos tersebut adalah Rp 9.800.000
- Membayar tagihan pembelian kertas continous form dari PT Indah Kiat Paper sebesar Rp 55.000.000 (termasuk PPN)
- Membayar tagihan pembelian paper clip dari CV Clip Baru dengan nilai total sebesar Rp 1.045.000 termasuk PPN
- Membayar tagihan atas pembelian semen kepada PT Indo Semen untuk pembangunan kantor cabang sebesar Rp 65.000.000 (tidak termasuk PPN)
- Membayar tagihan listrik kepada PT PLN (persero) cabang Jakarta Selatan sebesar Rp 25.000.000
Pembelian
Benda POS---Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan
benda-benda pos, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22,
sesuai dengan 236/KMK.03/2003
Pembelian
Kertas---Atas
pembelian kertas continous form dipungut PPh pasal 22 sebesar:
PPh 22= DPP
PPN x tarif PPh 22
PPh 22=
(100/110 x Rp 55.000.000) x 0,1%
PPh 22= Rp
50.000.000 x 0,1%
PPh 22= Rp
50.000 PPh ini tidak bersifat final dan dipungut oleh industri kertas pada saat
penjualan kertas dalam negeri.
Pembelian
Paper Clip---Atas
pembelian ini tidak dikenakan PPh pasal 22 karena DPP PPN-nya (100/110 x Rp
1.045.000 = Rp 950.000) dibawah Rp 1.000.000 dan bukan merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah.
Pembelian
Semen---atas
pembelian semen dipungut oleh industri semen sebesar:
PPh 22 = Rp
65.000.000 x 0,25% = Rp 162.500
Tagihan
listrik---Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan
benda-benda pos, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, 236/KMK.03/2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar