Senin, 21 Mei 2012

PPh Pasal 22


Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini, dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyrakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu.
Dalam hubungan ini, Menteri Keuangan menetapkan besarnya pungutan yang dapat bersifat final. Pelaksanaan ketentuan ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan antara lain:
  • Penunjukkan pemungut pajak secara selektif, demi pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif dan efisien,
  • Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang;
  • Prosedur pemungutan, penyetoran, dan pelaporan yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan.
I. PEMUNGUT DAN OBYEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
PMK-210/PMK.03/2008 tgl 11 Desember 2008 tentang PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.
Berdasarkan PMK-210 ini maka pemungut PPh pasal 22 menjadi sebagai berikut :
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
  3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
  4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
  5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
  8. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
II. DASAR DAN TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1. DASAR PEMUNGUTAN
Dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 terdiri atas:
  • Nilai Impor: Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yang terdiri dari cost insurance and freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainya yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. 08/PMK.03/2008
  • Harga jual lelang
  • Harga Pembelian
  • Harga Penjualan
2. TARIF PEMUNGUTAN
Berdasarkan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 417/PJ./2001 TENTANG PETUNJUK PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN, SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA; maka tarif PPh pasal 22 adalah sebagai berikut
OBYEK PAJAK
DASAR PENGENAAN
TARIF(%)
  • Impor dengan API
  • Impor Tidak dengan API
  • Barang yang tidak dikuasai
  • Impor kedelai, gandum dan tepung terigu oleh importir dengan API
  • Nilai Impor
  • Nilai Impor
  • Harga jual lelang
  • Nilai Impor
  • 0,25
  • 7,5
  • 7,5
  • 0,5
Pembelian oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah
Harga pembelian
1,5
Pembelian oleh Badan Usaha milik Negara dan Daerah, yang melakukan barang dengan dana yang bersumber dari APBN/D
Harga Pembelian
1,5
pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN
Harga Pembelian
1,5
penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen KEP-401/PJ./2001
Dasar Pengenaan Pajak PPN
0,25
Atas penjualan kertas oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri kertas KEP-69/PJ./1995
Dasar Pengenaan Pajak PPN
0,1
Atas penjualan baja oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja KEP-01/PJ./1996
Dasar Pengenaan Pajak  PPN
0,3
Atas penjualan otomotif oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri otomotif KEP-32/PJ./1995
Dasar Pengenaan Pajak  PPN
0,45
pembelian bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka SE-01/PJ.43/2003
Harga pembelian tidak termasuk  PPN
0,5
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah berdasarkan 253/PMK.03/2008
Harga jual tidak termasuk PPN
5
Yang termasuk dalam kategori barang yang tergolong sangat mewah:
  1. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
  2. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
  3. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi);
  4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratur meter persegi)
  5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle  (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
Jenis Produk
SPBU Swastanisasi
SPBU Pertamina
Premium
0,3% dari penjualan
0.25% dari penjualan
Solar
0,3% dari penjualan
0.25% dari penjualan
Premix/Super TT
0,3% dari penjualan
0.25% dari penjualan
Minyak Tanah

0,3% dari penjualan
Gas LPG

0,3% dari penjualan
Pelumas

0,3% dari penjualan
III. SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Obyek Pajak
Saat Terutang
Batas akhir pembayaran
Batas Akhir Pelaporan
PPh pasal 22 atas impor
Pada saat pembayaran bea masuk
Pada saat pembayaran bea masuk

PPh pasal 22 atas impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Terutang saat pembayaran bea masuk; jika memperoleh fasilitas penundaan atau dibebaskan bea masuk, maka pajak terutang pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai.
1 hari setelah pemungutan pajak
7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir
PPh pasal 22 atas pembelian barang dengan dana dari APBN/APBD
Terutang pada saat pembayaran
Pada hari yang sama saat pembayaran atau penyerahan barang
14 hari setelah masa pajak berakhir
PPh pasal 22 atas pembelian barang dari badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut
Terutang pada saat pembayaran
Tanggal 10 bulan Takwim berikutnya
20 hari setelah Masa Pajak berakhir
PPh 22 atas penjualan hasil produksi semen, kertas, baja, dan otomotif
Terutang pada saat pembayaran
Tanggal 10 bulan Takwim berikutnya
20 hari setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas
Terutang pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery order)
Sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang ditebus
20 hari setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan oleh industri dan eksportir tersebut.
Terutang pada saat pembelian
Tanggal 10 bulan Takwim berikutnya
20 hari setelah Masa Pajak berakhir
IV. DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
  2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
·         barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
·         barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;
·         barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
·         barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
·         barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
·         barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
·         peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
·         barang pindahan;
·         barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;
·         barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang 
ditujukan untuk kepentingan umum;
·         persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
·         barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi 
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
·         Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional 
(PIN);
·         buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
·         kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
·         pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau 
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan 
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
·         kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
·         peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara 
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional 
Indonesia;
                        Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
                        pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
                        pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM  dan benda-benda pos;
                        emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
                        pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor 
Perbendaharaan dan Kas Negara;
                        impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
                        Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.
IV. CONTOH PERHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG
CONTOH 1---PT KIA Motors mengimpor barang dari Korea. PT KIA adalah importir mobil yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil, dengan harga faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil tersebut masing-masing adalah $3.000 dan $7.000. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus dibayar?
Harga faktur : 50 unit x $10.000                                   $500.000
Biaya asuransi                                                             $   3.000
Biaya angkut                                                               $   7.000
                                                                                 --------------
CIF                                                                             $510.000
Bea masuk: 5% x $510.000                                          $  25.500
Bea masuk tambahan:20% x $510.000                          $102.000
                                                                                 -------------
Nilai Impor                                                                  $ 637.500
Nilai Impor dalam rupiah:
$637.500 x Rp 9.000 =  Rp   5.737.500.000
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
2,5% x Rp 5.737.500.000 = Rp  143.437.500
CONTOH 2---PT Cipta Mandiri Bangsa mengimpor barang dari Jepang. PT Cipta Mandiri Bangsa tidak memilki Angka pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?
Harga faktur 20 x $500                                                     $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000                                             $    500
Biaya angkut 10% x $10.000                                             $  1.000
                                                                                     ------------
CIF                                                                                  $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000 =      Rp 103.500.000
Pungutan pabean lainnya                            Rp   22.500.000
                                                              ---------------------
Nilai Impor                                                Rp 126.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (tidak memiliki API):
Rp 126.000.000 x 7,5% = Rp 9.450.000
CONTOH 3---PT Traktor Bersatu, perusahaan penyewaan alat berat yang memiliki API, mengimpor alat berat DOZER TRACTOR dari Jerman dengan harga faktur US$100.000. Biaya asuransi sebesar US$5.000 dan ongkos angkut sebesar US$25.000. Kurs Tengah BI (BI rate) waktu itu sebesar Rp 10.000 dan kurs pajak ditetapkan sebesar Rp 9.000 per US$1. Bea masuk dibayar oleh PT Traktor Bersatu sebesar 30% dari CIF. Berapa PPh 22 yang harus dibayar dan Buat jurnal atas pembelian ini.
Harga faktur                                                                $100.000
Biaya asuransi                                                             $    5.000
Biaya angkut                                                               $  25.000
                                                                                 -------------
CIF                                                                             $130.000
CIF dalam rupiah $130.000 x Rp 9.000  = Rp 1.170.000.000
Bea masuk 30% x Rp 1.170.000.000    =  Rp    351.000.000
                                                           ------------------------
Nilai Impor                                             Rp 1.521.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
Rp 1.521.000.000 x 2,5% = Rp 38.025.000
JURNAL:
DOZER TRACTOR                     Rp 1.300.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22        Rp      38.025.000
       Kas                                                                     Rp 1.338.025.000
CONTOH 4---PT ABC mengimppor barang dari USA dengan harga US$30.000. Asuransi yang dibayar diluar negeri sebesar 5% dari harga dan biaya angkut sebesar 10% dari harga. Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing 10% dan 20%. (Berdasarkan kurs pajak US% = Rp 10.000). PT ABC tidak memiliki API dan mengimpor melalui PT XYZ; importir yang memiliki API. Berdasarkan perjanjian kedua pihak, handling fee dtetapkan sebesar 1,5% dari harga impor. Hitung PPh 22 yang harus dipungut dan Jurnal transaksi ini.
Harga faktur                                                                $ 30.000
Biaya asuransi                                                             $  1.500
Biaya angkut                                                               $ 30.000
                                                                                -------------
CIF                                                                             $ 61.500
CIF dalam rupiah $61.500 x Rp 10.000               = Rp    615.000.000
Bea masuk 10% x Rp 615.000.000                     = Rp     61.500.000
Bea masuk tambahan 20% x Rp 615.000.000      = Rp   123.000.000
                                                                        ------------------------
Nilai Impor                                                          Rp   922.500.000
Pajak Penghasilan pasal 22= 2,5% X Rp   922.500.000 = Rp 23.062.500
Handling Fee = 1,5% x Rp   922.500.000 = Rp 13.837.500
JURNAL
Barang X (NI+Handling fee)          Rp  936.337.000
Pajak Penghasilan pasal 22           Rp    23.062.500
                          Kas                                                 Rp  959.400.000
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN OLEH INSTANSI PEMERINTAH, BUMN/BUMD, DAN INSTANSI TERTENTU
CONTOH 1---Dinas Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan peralatan kantor lain dari PT Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh 22 yang harus dipungut oleh bendaharawan Dinas Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah sebagai berikut:
DPP PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000
PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp  3.000.000,-
CONTOH 2---PT TELKOM Jakarta Selatan pada bulan Maret 2005 telah melakukan beberapa transaksi antara lain sebagai berikut:
  1. Melakukan pembelian benda-benda pos seperti perangko dan materai langsung ke PT (persero) Pos Indonesia. Jumlah keseluruhan nilai pembelian benda-benda pos tersebut adalah Rp 9.800.000
  2. Membayar tagihan pembelian kertas continous form dari PT Indah Kiat Paper sebesar Rp 55.000.000 (termasuk PPN)
  3. Membayar tagihan pembelian paper clip dari CV Clip Baru dengan nilai total sebesar Rp 1.045.000 termasuk PPN
  4. Membayar tagihan atas pembelian semen kepada PT Indo Semen untuk pembangunan kantor cabang sebesar Rp 65.000.000 (tidak termasuk PPN)
  5. Membayar tagihan listrik kepada PT PLN (persero) cabang Jakarta Selatan sebesar Rp 25.000.000
Pembelian Benda POS---Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, sesuai dengan 236/KMK.03/2003
Pembelian Kertas---Atas pembelian kertas continous form dipungut PPh pasal 22 sebesar:
PPh 22= DPP PPN x tarif PPh 22
PPh 22= (100/110 x Rp 55.000.000) x 0,1%
PPh 22= Rp 50.000.000 x 0,1%
PPh 22= Rp 50.000 PPh ini tidak bersifat final dan dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas dalam negeri.
Pembelian Paper Clip---Atas pembelian ini tidak dikenakan PPh pasal 22 karena DPP PPN-nya (100/110 x Rp 1.045.000 = Rp 950.000) dibawah Rp 1.000.000 dan bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Pembelian Semen---atas pembelian semen dipungut oleh industri semen sebesar:
PPh 22 = Rp 65.000.000 x 0,25% = Rp 162.500
Tagihan listrik---Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, 236/KMK.03/2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar